Khalifah Tidak Harus pada Ahlul Bait (Bantahan Syubhat Syi’ah ke- 3)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Alasan kedua kaum Syi’ah Rafidlah yang menganggap bahwa Ali lebih berhak menjadi khalifah adalah karena Ali termasuk keluarga Rasulullah. Alasan ini adalah seperti alasan Yahudi yang mengatakan bahwa penguasa harus dari keluarga Daud. Tidak ada satu pun dalil yang menyatakan bhawa kepemimpinan atau khilafah harus dari kalangan ahlul bait.
Syarat-syarat seorang untuk layak menjadi pemimpin sangat jelas dalam al-Qur’an dan sunnah. Di antaranya syarat umum yang harus ada pada seorang pemimpin adalah Islam, baligh, berakal, merdeka (bukan hamba sahaya), laki-laki dan berilmu. Kemudian syarat-syarat kusus yaitu sifat-sifat yang harus ada pada seorang pemimpin yaitu keadilan, kesempurnaan mental, kesempurnaan fisik seperti ucapan Allah subhanahu wata'ala tentang Thalut yang Allah angkat menjadi pemimpin:
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا قَالُوا أَنَّى يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
البقرة: 247
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan dari padanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (al-Baqarah: 247)
Juga harus ada pada seorang pemimpin sifat keshalihan dan ketaqwaan , karena Allah akan mewarisi bumi ini untuk orang-orang yang shalih:
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ اْلأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُون
الأنبياء: 105
Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur, 974 sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini akan diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang shalih. (al-Anbiya’: 105)
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي
النور: 55
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (an-Nuur: 55)
Oleh karena itu ketika Allah menjadikan Ibrahim sebagai imam dan Ibrahim meminta keturunannya juga menjadi pemimpin, Allah menyatakan bahwa kepemimpinan tidak akan diberikan kepada orang-orang dhalim dari keturunannya.
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
البقرة: 124
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Rabb-nya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku"88. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang dhalim". (al-Baqarah: 124)
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah mengutip ucapan Mujahid dalam menafsirkan ayat ini: “Yakni: adapun orang-orang yang shalih dari mereka maka aku akan jadikan mereka sebagai pemimpin. Adapun orang yang dhalim dari mereka, maka Kami tidak akan menjadikannya sebagai pemimpin dan Kami tidak peduli. (Tafsir Ibnu Katsir, juz I, hal. 167)
Dengan demikian berarti kepemimpinan itu didapat bukan karena faktor keturunan, tetapi karena faktor keshalihan.
Di samping itu, juga sifat yang harus ada agar seseorang layak menjadi pemimpin adalah kesabaran dan keyakinan yang tinggi. Allah juga berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
السجدة: 24
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar1196. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (as-Sajdah: 24)
Sedangkan syarat terakhir dari seorang pemimpin adalah Quraisyiyah (turunan Quraisy). Tentunya syarat ini adalah setelah syarat-syarat tadi di atas. Maka kalaupun turunan Quraisy, jika memiliki kekurangan-kekurangan dari sifat-sifat di atas, tentunya juga tidak layak menjadi pemimpin atau khalifah. Namun jika ada beberapa orang yang memiliki syarat-syarat di atas dan di antara mereka ada seorang turunan Quraisy, maka tentu saja yang paling layak untuk menjadi seorang adalah dari turunan Quraisy.
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menyatakan bahwa khalifah itu adalah seluruhnya dari kaum Quraisy dalam sabdanya:
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : دَخَلْتُ مَعَ أَبِي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ إِنَّ هَذَا اْلأَمْرَ لاَ يَنْقَضِي حَتَّى يَمْضِيَ فِيهِمُ اثْنَا عَشَرَ خَلِيفَةً قَالَ ثُمَّ تَكَلَّمَ بِكَلاَمٍ خَفِيَ عَلَيَّ قَالَ فَقُلْتُ ِلأَبِي مَا قَالَ قَالَ كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ
(رواه البخاري ومسلم)
Dari Jabir bin Samurah radhiallahu 'anhu, ia berkata: Aku masuk bersama ayahku menemui Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, maka aku mendengar beliau berkata: “Sesungguhnya urusan ini tidak akan lenyap hingga berakhir di antara mereka dua belas khalifah”. Kemudian beliau berbicara dengan ucapan yang tersamar atasku. Maka aku bertanya kepada ayahku: “Apa yang dikatakan oleh beliau?”. Ia menjawab: “Seluruhnya dari kalangan Quraisy”. (HR. Bukhari Muslim)
Dengan riwayat yang shahih ini jelaslah bahwa pemimpin tidak harus dari kalangan ahlul bait. Tetapi Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam hanya mengatakan Quraisy. Maka setelah itu para ulama semuanya sepakat bahwa syaratnya hanya quraisyiyah, apakah dari ahlul bait atau tidak.
Berkata Imam Ahmad: “Khilafah adalah pada Quraisy, selama manusia masih tersisa dua orang. Dan tidak seorang pun dari manusia yang berhak untuk merebutnya dari mereka. Dan tidak keluar dari mereka, dan kami tidak menetapkannya untuk selain mereka sampai hari kiamat”. (Thabaqat Hanabilah, Ibnu Abi Ya’la Lihat kitab Imamatul Udhma, ad-Damiji, hal. 269)
Demikian pula imam Syafi’i rahimahullah menetapkan syarat ini dalam kitabnya al-Umm juz 1, hal. 143.
Berkata imam Malik rahimahullah : “Tidaklah menjadi seorang imam kecuali orang Quraisy”. (Ahkamul Qur’an, Ibnul Arabi, juz IV, hal. 1721 lihat Imamatul Udhma, hal. 269)
Dan tidak ada yang menyelisihi pendapat ini, kecuali beberapa kelompok sempalan seperti khawarij, mu’tazilah dan Asy’ariyah. Sedangkan kaum Syi’ah Rafidlah menyempitkannya. Dan menganggap bahwa yang dimaksud Quraisy adalah ahlul bait.
Orang-orang Syi’ah Rafidlah dari sekte imamiyah atau itsna atsariyyah meyakini bahwa kepemimpinan setelah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam harus dari kalangan Ahlul bait yaitu Ali bin Abi Thalib, kemudian kepada al-Hasan, kemudian al-Husein kemudian terus kepada turunan al-Husein hingga berakhir dengan al-Mahdi al-muntadzar yang dianggapnya dari keturunan Muhammad bin al-Hasan al-Askari yang sudah lahir dan masuk gua, kemudian ditunggu keluarnya sampai hari ini. (lihat edisi selanjutnya)
Padahal sekian banyak hadits seluruhnya menyatakan dari Quraisy, dan tidak ada satu pun riwayat yang menyatakan dari ahlul bait.
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَزَالُ هَذَا الْأَمْرُ فِي قُرَيْشٍ مَا بَقِيَ مِنَ النَّاسِ اثْنَانِ
(رواه البخاري في كتاب الأحكام باب الأمر من قريش (13/114 من الفتح)
إن هذا الأمر في قريش لا يعاديهم أحد إلا كبه الله على وجهه ما أقاموا الدين. (رواه البخاري في كتاب الأحكام باب الأمر من قريش
(13/114 من الفتح ومسلم في كتبا الإمارة باب الخلافة في قريش ح 1820 (3/1452))
النَّاسُ تَبَعٌ لِقُرَيْشٍ فِي هَذَا الشَّأْنِ مُسْلِمُهُمْ لِمُسْلِمِهِمْ وَكَافِرُهُمْ لِكَافِرِهِمْ
(رواه البخاري في كتاب المناكب باب (2) 6/526)
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال وأنت قاعد قريش ولاة هذا الأمر فَبَرُّ الناس تبع لبرهم وفاجرهم تبع لفاجرهم قال فقال له سعد صدقت نحن الوزراء وأنتم الأمراء
(رواه أحمد)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar