Keabsahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq (Bantahan Syubhat Syiah ke- 1)
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Syubhat pertama kaum syiah adalah meragukan keabsahan khilafah Abu Bakar Ash-Shiddik radhiallahu 'anhu. Mereka menganggap dibai’atnya Abu Bakar radhiallahu 'anhu adalah tidak sah, karena Ali dan keluarganya atau Ahlil Bait tidak diajak musyawarah, padahal Ali lebih berhak menjadi khalifah daripada abu Bakar atau Umar radhiallahu 'anhum. Demikianlah syubhat syi’ah yang mereka hembuskan dimana-mana, dengan kalimat yang sama dari tokoh syi’ah yang berbeda-beda, bagaikan satu kaset yang diputar berulang-ulang.
Pemahaman sesat dari orang Persia ini selalu mengatasnamakan Ahlil Bait dan menganggap pemahamannya sebagai “madzhab Ahlul Bait”. Sehingga yang paling mudah terbawa dengan pemahaman syi’ah ini adalah orang-orang yang mengaku sebagai turunan Ali radhiallahu 'anhu atau Alawiyyin -kecuali yang Allah rahmati-. Ketika disampaikan kepada mereka bahwa Ahlil Bait terdzalimi bangkitlah emosi kekeluargaannya. Padahal apa yang disampaikan oleh kaum syi’ah -yang merupakan jelmaan kaum majusi Persia- adalah kedustaan yang nyata dan tidak memiliki bukti yang otentik.
Biasanya mereka mengambil riwayat-riwayat tersebut dari kitab yang paling terkenal dikalangan mereka yaitu Nahjul Balaghah, yang berisi ucapan-ucapan, khutbah-khutbah dan sya’ir-sya’ir yang kesemuanya diatasnamakan Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu. Penulis buku tesebut mengesankan bahwa seakan-akan Ali radhiallahu 'anhu tidak terima dengan keputusan para sahabat memilih Abu Bakar sebagai khalifah. Bahkan dinukil bahwa Ali mencaci dan mencerca Abu Bakar, Umar dan para sahabat yang lain. Namun sayang penulis buku tersebut tidak membawakan ucapan-ucapan Ali radhiallahu 'anhu tersebut dengan sanadnya(rantai para rawi) sehingga tidak dapat diperiksa keotentikannya secara ilmiyyah dengan standar ilmu hadits.
Kitab ini -yang dikalangan kaum syi’ah sejajar dengan al-Qur’an- ternyata disusun dan dikarang oleh seorang tokoh sesat dari kalangan Syi’ah imamiyyah, Rafidah yang bernama al-Murtadla Abi Thalib Ali bin Husein bin Musa Al Musawi (w th. 436 Hijriyah). Yang telah dinyatakan oleh para ulama Ahlus Sunnah sebagai kedustaan atas nama Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu.
Imam adz-Dzahabi berkata ketika membahas biografi orang ini sebagai berikut : “Dia adalah penghimpun kitab Najhul Balaghah yang menyandarkan kalimat-kalimat yang ada dalam kitab ini kepada Imam Ali tanpa disebutkan sanad-sanadnya. Sebagian kalimat-kalimat itu [1]
batil, meskipun juga di dalamnya ada hal yang benar[1]. Namun ucapan-ucapan
palsu yang terdapat dalam kitab ini mustahil diucapkan oleh Imam Ali”.(Siyar A’lamin Nubala 17/589-590).
Beliau juga berkata:”…Barang siapa melihat buku Najhul Balaghah ini, maka ia akan yakin bahwa ucapan-ucapan itu adalah dusta atas nama Amirul Mu’minin Ali radhiallahu 'anhu, karena didalamnya terdapat caci-makian yang sangat jelas terhadap dua tokoh besar sahabat yaitu Abu Bakar dan Umar radhiallahu 'anhuma. Dan juga tedapat ungkapan-ungkapan yang kaku (menurut kaidah sastra arab, pen) yang bagi orang kenal jiwa bangsa Quraisy (dan tingginya bahasa mereka, pen.) dari kalangan para sahabat dan orang-orang setelahnya akan mengerti dengan yakin bahwa kebanyakan isi kitab tersebut adalah batil.(Mizanul i’tidal 3/124 Lisanul Mizan 4/223)
Ibnu Sirin menilai bahwa seluruh apa yang mereka (kaum syi’ah) riwayatkan dari Ali semuanya kedustaan.(Al-‘ilmus Syamikh hal 237)
Juga Al-Khathib al-Baghdadi dalam kitabnya Al-Jami’ Li Akhlaqir rawi wa adibis sami’ (juz 2 hal. 161) telah memberikan isyarat tentang Kedustaan kandungan kitab ini”.
Syaikhul Islam berkata: “… sebagian besar khutbah-khutbah yang dinukil penyusun kitab Najhul Balaghah adalah dusta atas nama Ali radhiallahu 'anhu . Beliau terlalu mulia dan terlalu tinggi kapasitasnya untuk berbicara dengan ucapan seperti itu. Tetapi mereka mereka-reka kebohongan dengan beranggapan bahwa hal itu sebagai sanjungan. Sungguh Itu bukanlah kebenaran bukan pula merupakan sanjungan…. (Minhajus Sunnah an-Nabawiyah, 8/55-56)
Sedangkan para ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah telah meriwayatkan dengan sanad -dan sanad tersebut telah diteliti keshahihannya secara ilmiyyah- ucapan-ucapan Ali radhiallahu 'anhu yang bertentangan dengan apa yanag mereka riwayatkan seratus delapan puluh derajat. Diantaranya:
Pertama, Riwayat yang menunjukan Ali Bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu setuju dengan keputusan para sahabat. Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada….bahwa ia mendengar Ali radhiallahu 'anhu mengatakan:
اقْضُوْا كَمَا أَنْتُمْ تَقْضُوْنَ فَإِنِّيْ أَكْرَهُ الْخِلاَفُ حَتَّى يَكُوْنَ النَّاسَ جَمَاعَةً أَوْ أَمُوْتُ كَمَا مَاتَ أَصْحَابِيْ
“Putuskanlah sebagaimana kalian putuskan sesungguhnya aku membenci perselisihan hingga manusia berada dalam satu jama’ah atau lebih baik aku mati seperti para shahabat-shahabatku”.
Kedua, diriwayatkan pula secara mustafidh dari Ali bin Abi Thalib sendiri, sebagaimana dalam Shahih Bukhari dengan menyebutkan sanadnya sampai kepada Muhammad ibnul Hanafiyah rahimahullah:
قُلْتُ ِلأَبِي: أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُوْلِ اللهَ ؟ قَالَ: أَبُو بَكْرٍ. قَلْتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: عُمَرُ. وَخَشِيْتُ أَنْ يَقُوْلَ عُثْمَانُ. قُلْتُ: ثُمَّ أَنْْتَ؟ قَالَ: مَا أَنَا إِلاَّ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
(رواه البخاري: كتاب فضائل الصحابة باب 4 وفتح البارى 7/20)
Aku bertanya kepada bapakku (yakni Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu): Siapakah manusia yang terbaik setelah Rasulullah ? Ia menjawab: “Abu Bakar”. Aku bertanya (lagi): “Kemudian siapa?”. Ia menjawab: “Umar”. Dan aku khwatir ia akan berkata Utsman, maka aku mengatakan: “Kemudian engkau?” Beliau menjawab: “Tidaklah aku kecuali seorang dari kalangan muslimin”. (HR. Bukhari, kitab Fadlailus Shahabah, bab 4 dan Fathul Bari juz 4/20)
Ketiga, berkata Ibnu Taimiyah bahwa riwayat yang seperti ini (yakni riwayat di atas) telah diriwayatkan dari Imam Ali lebih dari 80 riwayat. Dan bahwasanya imam Ali ibnu Abi Thalib pernah berbicara di mimbar Kuffah, mengancam orang-orang yang mengutamakan beliau di atas Abu Bakar dan Umar dengan cambukan seorang pendusta.
لاَ أُوْتِيَ بِأَحَدٍ يَفْضِلُنِيْ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ إِلاَّ جَلَّدْتُهُ حَدَّ الْمُفْتَرِيْنَ
“Tidak didatangkan kepadaku seseorang yang mengutamakan aku diatas Abu Bakar dan Umar kecuali akan aku cambuk dengan cambukan seorang pendusta”
Maka ketika itu seorang yang mengatakan beliau lebih utama dari Abu Bakar dan Umar dicambuk delapan puluh kali cambukan. (Majmu’ Fatawa juz 4 hal. 422; Lihat Imamatul ‘Udhma, hal. 313).
Keempat, Imam Bukhari juga meriwayatkan dengan sanadnya yang bersambung dan shahih sampai kepada Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu bahwa dia pernah menghadiri jenazah Umar bin Khathab, dia berkata:
إِني لَوَاقِفٌ فِي قَوْمٍ نَدْعُوا اللهَ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَقَدْ وُضِعَ عَلَى سَرِيْرِهِ، إِذَا رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي قَدْ وَضَعَ مِرْفَقَيْهِ عَلَى مَنْكِبِي يَقُوْلُ: رَحِمَكَ اللهَ إِنْ كُنْتُ َلأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ ِلأَنِيْ كَثِيْرًا مَا كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: كُنْتُ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَفَعَلْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَانْطَلَقْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، فَإِنْ كُنْتُ َلأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَهُمَا، فَالْتَفَتُّ فَإِذَا هُوَ عَلِي بْنِ أَبِي طَالِبٍ
(رواه البخاري في فضائل الصحابة، باب من فضائل عمر 3389 (4/1858))
Sungguh aku pernah berdiri di kerumunan orang yang sedang mendoakan Umar bin Khathab yang telah diletakkan di atas pembaringannya. Tiba-tiba seseorang dari belakangku yang meletakkan sikunya di kedua pundakku berkata: “Semoga Allah merahmatimu dan aku berharap agar Allah menggabungkan engkau bersama dua shahabatmu (Yakni Rasulullah dan Abu Bakar) karena aku sering mendengar Rasulullah bersabda: ‘Waktu itu aku bersama Abu Bakar dan Umar…’ ‘aku telah mengerjakan bersama Abu Bakar dan Umar…’, ‘aku pergi dengan Abu Bakar dan Umar...’. Maka sungguh aku berharap semoga Allah menggabungkan engkau dengan keduanya. Maka aku menengok ke belakangku ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib.
Keenam, diriwayatkan oleh Imam Malik rahimahullah bahwa telah terjadi ijma’ (kesepakatan) penduduk Madinah atas afdlaliyah (keutamaan) Abu Bakar dan Umar radhiallahu 'anhuma di atas Ali radhiallahu 'anhu, beliau rahimahullah berkata:
مَا أَدْرَكْتُ أَحَدًا مِمَّنْ يَقْتَدِي بِهِ يَشُكُّ فِي تَقَدِّمِ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرً
“Tidak kutemui satu orang pun dari ulama yang dijadikan teladan yang ragu terhadap diutamakannya Abu Bakar dan Umar di atas yang lainnya”. (Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 4/421; lihat Al-Imamatul ‘Udhma, Abdullah Ibnu Umar Ibnu Sulaiman ad-Damiji, hal. 311)
Ketujuh, maka setelah ini kita katakan kepada kaum syi’ah dan kalangan mutasyayi’in(yang kesyi’ah-syi’ahan) ucapan Imam Ats-Tsauri sebagai berikut:
مَنْ زَعَمَ أَنَّ عَلِيًّا كَانَ أَحَقُّ بِالْوَلاَيَةِ مِنْهُمَا فَقَدْ خَطَأَ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَالْمُهَاجْرِيْنَ وَاْلأَنْصَارِي رَضي الله عن جميعهم وَمَا أَرَاهُ يَرْتَفِعَ لَهُ مَعَ هَذَا عَمَلُ إِلَى السَّمَاءِ
“Barangsiapa yang menganggap Ali lebih berhak menjadi khalifah dari pada Abu Bakar dan Umar, maka berarti dia telah menyalahkan Abu Bakar, Umar, Muhajirin dan Anshar radhiallahu 'anhum. Maka Aku tidak mengira kalau amalannya akan naik ke langit (yakni diterima di sisi Allah)” (Riwayat Abu Dawud dalam Kitabus Sunnah, bab at-Tafdlil; lihat Aunul Ma’bud, 8/382).
Dalam riwayat lain Sufyan ats-Tsauri berkata:
...فَقَدْ أَزْرَى عَلَى اثْنَيْ عَشَرَ أَلْفًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ
“Barang siapa menganggap Ali lebih berhak untuk menjadi khalifah, maka dia telah menuduh dua belas ribu para shahabat Rasulullah ”. (Al-Musnad min Masa’il Imam Ahmad oleh al-Khalal dalam bentuk manuskrip dan dishahihkan sanad-sanadnya oleh Imam Nawawi lihat ash-Shawaiq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar al-Haitsami melalui nukilan ad-Damiji dalam al-Imamatul ‘Udzma hal. 313)
[1]
Ahlil bid’ah biasa mencampurkan kebenaran dengan kebatilan untuk menipu kaum muslimin. Maka kebenaran yang ada dalam buku tersebut merupakan umpan untuk menjaring mangsanya, pen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar