Menepis Tuduhan Negatif Terhadap Para Masyaikh Ahlus Sunnah
Bersama asy-Syaikh Khalid bin ‘Abdirrahman al-Mishri
Pertanyaan: Bahwa Para Masyaikh
(ahlus sunnah) tersebut dan murid-muridnya, tidak membiarkan seorangpun
dari ‘ulama kecuali pasti dicela dan diberbincangkan.
Jawab :
الدعاوى إن لم تقيموا عليها بينات أبناؤها أدعياء
“Dakwaan kalau tidak disertai dengan bukti-bukti maka hanya akan melahirkan klaim-klaim kosong belaka.”
Betapa mudahnya seseorang menuduh orang
lainnya. Di antara tuduhan paling keji, adalah pencemaran nama baik
seorang ‘ulama sunnah, yaitu dituduh dengan sesuatu yang sang ‘ulama
tersebut berlepas diri darinya.
Mereka (para penuduh itu) benar pada
satu sisi, bahwa para ‘ulama sunnah – seperti asy-Syaikh Rabi’ dan para
‘ulama sunnah lainnya – telah membantah sebagian “ulama”, yaitu dengan
makna bahwa mereka itu adalah “ulama” menurut para pembelanya. Sejak
bertahun-tahun lalu aku sudah mendengar ucapan mereka (para pembela
tersebut) tentang Sayyid Quthb, dengan mengatakannya sebagai “Syaikhul
Islam Sayyid Quthb”. Ini aku dengar langsung dengan telingaku!
Jadi mereka (para penuduh itu) benar ucapannya
Oleh karena itu perlu ditanyakan di
sini, para ahlul bid’ah yang dibantah oleh para ‘ulama sunnah tersebut ,
kenapa digambarkan bahwa asy-Syaikh Rabi’-lah yang menuduhnya
menyimpang ? Sementara dilupakan rekomendasi para ‘ulama sunnah kibar
(senior) dan dukungannya terhadap bantahan-bantahan asy-Syaikh Rabi’
tersebut?
Kenapa dilupakan bagaimana sikap asy-Syaikh Bin Baz terhadap
Salman dan Safar, seraya diarahkan tuduhan jelek kepada asy-Syaikh
Rabi’?
Bukankah asy-Syaikh Bin Baz dalam fatwa-fatwa beliau yang terekekam/tercatat dalam majmu-beliau dan yang lainnya, demikian juga Hai’ah Kibaril ‘Ulama yang telah mengeluarkan fatwa pencekalan terhadap kaset-kaset Salman dan Safar serta mentahdzir dari
bahayanya, dalam rangka menjaga/melindungi umat dari
kejelekan-kejelekan kedua tokoh tersebut, dan dari kejelekan yang
terdapat dalam kitab-kitab kedua tokoh tersebut, … dst?
Bukankah asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin juga telah mentahdzir dari
bahaya mereka, beliau mengatakan, “bahwa Perang Teluk telah menyingkap
kepada kita hakekat orang-orang yang dulu kita berbaik sangka
terhadapnya. Dengan terjadinya Perang Teluk, tersingkaplah bahwa
ternyata mereka tidak seperti yang kita sangka.”[1]
Bukankah al-Imam al-Albani yang mengatakan, – mengomentari salah satu buku Safar al-Hawali yang berjudul Zhahiratul Irja’ fil Fikril Islami –, “Dulu 30 tahun yang lalu aku mengatakan tentang Jama’ah Tabligh sebagai kelompok Shufiyyah ‘Ashriyyah (sufiyah masa kini). Maka sekarang tampak pula bagiku untuk mengatakan tentang mereka sebagai Kharijiyyah ‘Ashriyyah (Khawarij masa kini).”
Sementara asy-Syaikh Rabi’ ketika
membantah Safar dan Salman tidak sampai mengatakan ucapan seperti di
atas, tidak sampai mengatakan Kharijiyyah ‘Ashriyyah. Tapi kalimat itu diucapkan oleh asy-Syaikh al-Albani.
Maka kenapa mereka menggambarkan kepada para muda bahwa Rabi’ menyerang semua pihak dan tidak melewatkan seorang pun ?
Bukankah asy-Syaikh Bin Baz, beliaulah yang ketika ditanya tentang celaan Sayyid Quthb terhadap Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu,
“Apa pendapat anda tentang celaan tersebut?” maka beliau menjawab, “Ini
batil, ini batil.” Kemudian ditanya lagi, “Apa nasehat anda berkenaan
dengan kitab-kitab karya dia (Sayyid Quthb)?” beliau menjawab, “Wajib
untuk dirobek-robek.”
Kenapa fakta ini tidak diketahui oleh
generasi muda, dan digambarkan bahwa Rabi’ dan ‘Ubaid – lah yang (yang
mencela). Dilupakan begitu saja ucapan-ucapan (pedas) dari asy-Syaikh
al-Albani, asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin? Kenapa dipertanyakan, “Rabi’ (begini), Rabi’ (begitu)” padahal ini asy-Syaikh Bin Baz apa yang beliau ketakan terhadap al-Mis’ari, “Khabits (buruk/jelek).” Apa yang beliau ucapkan terhadap Usamah bin Laden, “salah satu perusak di muka bumi.” Kemudian ada orang yang sok mengatakan, “Kami tidak mengikuti manhajnya Rabi’, tapi kami mengikuti manhajnya asy-Syaikh Bin Baz.” Kenapa fakta-fakta di atas ditinggalkan begitu saja? Kenapa agama ini tidak diterangkan dengan penuh amanah kepada umat.
Kenapa dikecam para imam tersebut, yang telah mengangkat bendera al-jarh wat ta’dil,
kemudian dilupakan ucapan-ucapan para imam ahlus sunnah lainnya yang
sebenarnya para imam ahlus sunnah lainnya tersebut masih dalam jajaran
para guru para imam yang dicela tadi, dan bahkan memiliki ucapan-ucapan
yang lebih pedas, sebagaimana ucapan asy-Syaikh al-Albani terhadap Safar
dan kelompoknya, “Kharijiyyah ‘Ashariyyah” yang pada waktu itu
Rabi’ tidak sampai berkata seperti itu ketika membantah Safar dan
kelompoknya, namun justru al-Albani-lah yang mengatakannya.
Oleh karena itu aku yakin, bahwa urusan ini terkait dengan sikap adil. Perhatikan firman Allah Ta’ala : “dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada taqwa.” (al-Ma’idah : 8)
Perhatikan ucapan (pujian) asy-Syaikh
Rabi’ terhadap para imam ahlus sunnah. Asy-Syaikh Rabi’ berkata tentang
asy-Syaikh Bin Baz, “Beliau adalah ayah dakwah salafiyyah, dan imam dakwah salafiyyah.” Tentang al-Albani, “Beliau telah memberikan perhatian yang besar terhadap sunnah Nabi, yang negara-negara tidak sanggup melakukannya.” Tentang asy-Syaikh Muqbil, “Bahwa singgana syi’ah di Yaman goncang karena pria yang shalih ini, Muqbil bin Hadi al-Wadi’i.” demikianlah
asy-Syaikh Rabi’ memuji dan menyanjung para ‘ulama, serta beliau
merujuk kepada para ‘ulama tersebut ketika beliau menulis
kitab-kitabnya.
Maka kenapa dilupakan pujian asy-Syaikh
Shalih al-Fauzan terhadap kitab-kitab bantahan Rabi’, ketika Rabi’
membantah kelompok-kelompok ahlul bid’ah. Bahkan al-Fauzan berkata
tentang salah satu kitab tersebut, “Sungguh telah jihad ini telah ditegakkan oleh sebagian ‘ulama pada masa ini, di antara mereka adalah asy-Syaikh Rabi’.” Demikian
pula ketika membantah Sayyid Qutbh, diberi muqaddimah oleh asy-Syaikh
al-Albani. Padahal, sebelum adanya kitab tersebut, asy-Syaikh al-Albani
punya penilaian lain. Namun ketika Rabi’ bin Hadi menulis kitabnya yang
berjudul “Matha’inu Sayyid Quthb fi ash-habin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” , maka asy-Syaikh al-Albani mengatakan, “maka
jazakallahu khairan wahai al-akh Rabi’ atas keterangan-keterangannmu
tentang kondisi sebenarnya tokoh ini, ternyata orang ini jahil tentang
Islam, baik prinsip maupun detail-detailnya.”
Maka bagaimana fakta-fakta di atas ditinggalkan semua, dan seenaknya dikatakan, “Rabi’ (membantah) Rabi’ (mencela) … dst.”
Aku tidak lupa dengan ucapan
seorang, syaikhnya orang-orang Mesir pada zaman ini, yaitu asy-Syaikh
Muhammad bin ‘Abdil Wahhab al-Banna, yang beliau ini gurunya asy-Syaikh
Rabi’ juga gurunya para syaikh lainnya, mereka mengambil faidah dari
beliau, dan beliau juga mengambil faidah dari asy-Syaikh Rabi’!
Ketika kami membicarakan hal seperti ini
(celaan para hizbiyyin kepada asy-Syaikh Rabi’), maka beliau
(asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab al-Banna) berkata, “Wahai anakku, datangkan kepadaku satu bukti saja bahwa Rabi’ berbicara tidak di atas kebenaran.”
Maka, mereka yang mencela para imam
ahlus sunnah hendaknya bersikap adil, dan hendaknya mereka bertaqwa
kepada Allah, serta mengingat firman Allah, “dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
taqwa.” (al-Ma’idah : 8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar