Radio Muwahiddin

Selasa, 24 Juli 2012

Ketentuan Pembayaran Fidyah

Ketentuan Pembayaran Fidyah


Orang-orang yang Berkewajiban Membayar Fidyah

Pembayaran fidyah diwajibkan atas beberapa orang:

Pertama, laki-laki dan perempuan tua yang tidak mampu berpuasa.

Kedua, perempuan hamil dan yang sedang menyusui yang khawatir terhadap bahaya yang dialami oleh kandungannya atau anak susuannya jika berpuasa.

Dua golongan di atas berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ, riwayat Abu Dâud, Ibnu Jârûd dalam Al-Muntaqâ, dan selainnya dengan sanad yang shahih, bahwa tentang firman Allah Ta’âla,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Dan orang-orang yang berat menjalankan (puasa) tersebut (jika tidak berpuasa) wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” [Al-Baqarah: 184]

Ibnu Abbas berkata,

رَخَّصَ لِلشَّيْخِ الْكَبِيْرِ وَالْعَجُوْزِ الْكَبِيْرَةِ فِيْ ذَلِكَ وَهُمَا يُطِيْقَانِ الصَّوْمَ أَنْ يُفْطِرَا إِنْ شَاءَا أَوْ يُطْعِمَا كَلَّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا وَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِمَا ثُمَّ نُسِخَ ذَلِكَ فِيْ هَذِهِ الْآيَةِ فَمْنَ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَثَبَتَ لِلشَّيْخِ الْكَبِيْرِ وَالْعَجُوْزِ الْكَبِيْرَةِ إِذَا كَانَا لَا يُطِيْقَانِ الصَّوْمَ وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ إِذَا خَافَتَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا

“Laki-laki dan perempuan tua diberikan keringanan dalam hal itu (yaitu untuk tidak berpuasa,-pent.), meskipun mampu berpuasa. (Keduanya diberikan keringanan) untuk berbuka apabila ingin, atau memberi makan satu orang miskin setiap hari dan tidak ada qadha atas mereka berdua, kemudian hal tersebut dinasakh (dihapus hukumnya) dalam ayat ini {Barangsiapa di antara kalian yang menyaksikan bulan (Ramadhan), hendaknya ia berpuasa}. Maka, tetaplah hukum tersebut bagi laki-laki dan perempuan tua yang tidak mampu berpuasa, juga bagi perempuan hamil dan menyusui apabila khawatir (bahwa puasanya membahayakan kandungannya atau anak yang ia susui,- pent.) (yakni mereka) berbuka dan membayar fidyah setiap hari.” (Lafazh hadits adalah milik Ibnul Jârûd)

Ketiga,

orang yang sakit terus menerus yang kesembuhannya tidak diharapkan lagi, yaitu sakit yang tidak bisa disembuhkan menurut para ahli kesehatan atau menurut kebiasaan.

Hal di atas berdasarkan riwayat lain dari Ibnu Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ, oleh Imam An-Nasâ`i dengan sanad yang shahih, bahwa tentang firman Allah Ta’âla,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Dan orang-orang yang berat menjalankan (puasa) tersebut (jika tidak berpuasa) wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” [Al-Baqarah: 184]

Ibnu Abbas berkata,

لاَ يُرَخَّصُ فِيْ هَذَا إِلَّا لِلَّذِيْ لَا يُطِيْقُ الصِّيَامَ أَوْ مَرِيْضٍ لاَ يُشْفَى

“Keringanan untuk (tidak berpuasa, tetapi membayar fidyah) ini tidaklah diberikan, kecuali kepada orang tua yang tidak mampu berpuasa atau kepada orang sakit yang tidak bisa sembuh.”



Cara Pembayaran Fidyah

Cara pembayaran fidyah adalah dengan memberi makan orang miskin sesuai jumlah hari puasa yang telah ditinggalkan. Contohnya, apabila tidak berpuasa selama lima belas hari, ia memberi makan lima belas orang miskin.

Fidyah boleh dibayar sekaligus dan boleh dibayar sebagian-sebagian secara terpisah.



Pembayaran dengan Makanan dan Tidak Boleh Diuangkan

Berdasarkan konteks ayat, Pembayaran fidyah adalah dengan makanan. Maka, dengan hal ini, kami menegaskan bahwa fidyah tidak boleh diuangkan.



Bentuk dan Jenis Makanan Fidyah

Konteks ayat tentang fidyah bersifat umum, tidak merinci ketentuan akan jenis makanan. Jadi, jika telah dianggap sebagai makanan menurut kebiasaan manusia di suatu tempat, sesuatu telah dapat digunakan untuk membayar fidyah.



Kadar Makanan Fidyah

Kuantitas makanan juga tidak dirinci dalam konteks ayat sehingga ukuran makanan tersebut kembali kepada kebiasaan kebanyakan orang pada suatu tempat atau negeri.



Fidyah yang Paling Afdhal

Namun, tidak diragukan akan terpujinya pembayaran fidyah dengan makanan yang paling baik dan berharga berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian (nafkah) yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian. Dan janganlah kalian memilih (nafkah) yang buruk lalu menafkahkannya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya, melainkan dengan memicingkan mata kepadanya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” [Al-Baqarah: 267]


sumber: http://dzulqarnain.net/ketentuan-pembayaran-fidyah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."