Peristiwa Mata Air Raji'
Peristiwa Mata Air
Raji'
---------------------------------------------------------------------------- |
Sebuah tragedi terjadi atas kaum muslimin.
Sejumlah utusan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dibantai musuh-musuh
Islam akibat pengkhianatan yang dilakukan sekelompok kaum yang mengaku-aku telah
berIslam.
Setelah perang Uhud usai, kaum musyrikin Quraisy tetap bertahan
sehingga dikira akan bersiap menyerang Madinah. Hal ini dirasa cukup menyulitkan
posisi kaum muslimin. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun mengutus
pasukan untuk mengintai gerak-gerik musyrikin Quraisy.
Di kalangan
musyrikin sendiri, mereka justru saling mencela dan meminta Abu Sufyan kembali
menyiapkan pasukan untuk menyerang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
para shahabatnya. Ketika berita ini sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam dan para shahabat, mereka mengucapkan kalimat yang menunjukkan
besarnya keimanan dan keyakinan mereka kepada Allah 'Azza wa Jalla, sebagaimana
firman Allah 'Azza wa Jalla:
الَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ
إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيْمَانًا
وَقَالُوا حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ “(Yaitu)
orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang
yang mengatakan: ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk
menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka’. Perkataan itu justru
menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi Penolong
kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (Ali ‘Imran: 173)
Pada
bulan Shafar, datanglah utusan dari masyarakat ‘Adhal dan Al-Qarah yang mengaku
telah masuk Islam. Mereka meminta agar diutus orang-orang yang bisa mengajarkan
Islam dan membacakan Al-Qur`an untuk mereka. Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan
bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim sepuluh orang dengan
dipimpin Martsad bin Abi Martsad Al-Ghanawi1, disertai pula Khubaib bin
‘Adi.
Setibanya di Ar-Raji’, sebuah perairan milik kabilah Hudzail, di
pinggiran Hijaz, kaum ‘Adhal dan Al-Qarah malah berkhianat. Mereka berteriak
memanggil orang-orang Hudzail yang akhirnya datang mengepung mereka kemudian
membantai sebagian besar utusan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tinggallah Khubaib dan Zaid bin Datsinah menjadi tawanan. Keduanya dibawa ke
Makkah dan dijual kepada orang-orang Quraisy yang para pemimpin mereka banyak
terbunuh oleh keduanya di Badr.
Al-Imam Al-Bukhari mengisahkan dalam
Shahih-nya (dalam Fathul Bari 7/473) dari Abu Hurairah radhiallahu
'anhu:
بَعَثَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً عَيْنًا وَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ عَاصِمَ
بْنَ ثَابِتٍ وَهُوَ جَدُّ عَاصِمِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَانْطَلَقُوا
حَتَّى إِذَا كَانَ بَيْنَ عُسْفَانَ وَمَكَّةَ ذُكِرُوا لِحَيٍّ مِنْ هُذَيْلٍ
يُقَالُ لَهُمْ بَنُو لِحْيَانَ فَتَبِعُوْهُمْ بِقَرِيْبٍ مِنْ مِائَةِ رَامٍ
فَاقْتَصُّوا آثَارَهُمْ حَتَّى أَتَوْا مَنْزِلاً نَزَلُوْهُ فَوَجَدُوا فِيْهِ
نَوَى تَمْرٍ تَزَوَّدُوْهُ مِنْ الْمَدِيْنَةِ فَقَالُوا: هَذَا تَمْرُ يَثْرِبَ.
فَتَبِعُوا آثَارَهُمْ حَتَّى لَحِقُوْهُمْ، فَلَمَّا انْتَهَى عَاصِمٌ
وَأَصْحَابُهُ لَجَئُوا إِلَى فَدْفَدٍ وَجَاءَ الْقَوْمُ فَأَحَاطُوا بِهِمْ،
فَقَالُوا: لَكُمْ الْعَهْدُ وَالْمِيْثَاقُ إِنْ نَزَلْتُمْ إِلَيْنَا أَنْ لاَ
نَقْتُلَ مِنْكُمْ رَجُلاً. فَقَالَ عَاصِمٌ: أَمَّا أَنَا فَلاَ أَنْزِلُ فِيْ
ذِمَّةِ كَافِرٍ، اللَّهُمَّ أَخْبِرْ عَنَّا نَبِيَّكَ. فَقَاتَلُوْهُمْ حَتَّى
قَتَلُوا عَاصِمًا فِي سَبْعَةِ نَفَرٍ بِالنَّبْلِ، وَبَقِيَ خُبَيْبٌ وَزَيْدٌ
وَرَجُلٌ آخَرُ، فَأَعْطَوْهُمْ الْعَهْدَ وَالْمِيْثَاقَ. فَلَمَّا أَعْطَوْهُمْ
الْعَهْدَ وَالْمِيثَاقَ نَزَلُوا إِلَيْهِمْ، فَلَمَّا اسْتَمْكَنُوا مِنْهُمْ
حَلُّوا أَوْتَارَ قِسِيِّهِمْ فَرَبَطُوهُمْ بِهَا فَقَالَ الرَّجُلُ الثَّالِثُ
الَّذِي مَعَهُمَا: هَذَا أَوَّلُ الْغَدْرِ. فَأَبَى أَنْ يَصْحَبَهُمْ
فَجَرَّرُوْهُ وَعَالَجُوْهُ عَلَى أَنْ يَصْحَبَهُمْ فَلَمْ يَفْعَلْ فَقَتَلُوهُ،
وَانْطَلَقُوا بِخُبَيْبٍ وَزَيْدٍ حَتَّى بَاعُوْهُمَا بِمَكَّةَ فَاشْتَرَى
خُبَيْبًا بَنُو الْحَارِثِ بْنِ عَامِرِ بْنِ نَوْفَلٍ، وَكَانَ خُبَيْبٌ هُوَ
قَتَلَ الْحَارِثَ يَوْمَ بَدْرٍ فَمَكَثَ عِنْدَهُمْ أَسِيْرًا حَتَّى إِذَا
أَجْمَعُوا قَتْلَهُ اسْتَعَارَ مُوسًى مِنْ بَعْضِ بَنَاتِ الْحَارِثِ
لِيَسْتَحِدَّ بِهَا فَأَعَارَتْهُ قَالَتْ فَغَفَلْتُ عَنْ صَبِيٍّ لِي فَدَرَجَ
إِلَيْهِ حَتَّى أَتَاهُ فَوَضَعَهُ عَلَى فَخِذِهِ فَلَمَّا رَأَيْتُهُ فَزِعْتُ
فَزْعَةً عَرَفَ ذَاكَ مِنِّي وَفِي يَدِهِ الْمُوسَى فَقَالَ أَتَخْشَيْنَ أَنْ
أَقْتُلَهُ مَا كُنْتُ لأَفْعَلَ ذَاكِ إِنْ شَاءَ اللهُ. وَكَانَتْ تَقُولُ مَا
رَأَيْتُ أَسِيْرًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ خُبَيْبٍ لَقَدْ رَأَيْتُهُ يَأْكُلُ مِنْ
قِطْفِ عِنَبٍ وَمَا بِمَكَّةَ يَوْمَئِذٍ ثَمَرَةٌ وَإِنَّهُ لَمُوْثَقٌ فِي
الْحَدِيْدِ وَمَا كَانَ إِلاَّ رِزْقٌ رَزَقَهُ اللهُ فَخَرَجُوا بِهِ مِنْ
الْحَرَمِ لِيَقْتُلُوْهُ. فَقَالَ: دَعُوْنِي أُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ. ثُمَّ
انْصَرَفَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ: لَوْلاَ أَنْ تَرَوْا أَنَّ مَا بِي جَزَعٌ مِنْ
الْمَوْتِ لَزِدْتُ. فَكَانَ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الرَّكْعَتَيْنِ عِنْدَ الْقَتْلِ
هُوَ. ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ أَحْصِهِمْ عَدَدًا. ثُمَّ قَالَ: مَا أُبَالِي
حِيْنَ أُقْتَلُ مُسْلِمًا عَلَى أَيِّ شِقٍّ كَانَ لِلَّهِ مَصْرَعِي وَذَلِكَ
فِيْ ذَاتِ اْلإِلَهِ وَإِنْ يَشَأْ يُبَارِكْ عَلَى أَوْصَالِ شِلْوٍ مُمَزَّعِ.
ثُمَّ قَامَ إِلَيْهِ عُقبَةُ بْنُ الْحَارِثِ فَقَتَلَهُ. وَبَعَثَتْ قُرَيْشٌ
إِلَى عَاصِمٍ لِيُؤْتَوْا بِشَيْءٍ مِنْ جَسَدِهِ يَعْرِفُوْنَهُ، وَكَانَ عَاصِمٌ
قَتَلَ عَظِيْمًا مِنْ عُظَمَائِهِمْ يَوْمَ بَدْرٍ فَبَعَثَ اللهُ عَلَيْهِ مِثْلَ
الظُّلَّةِ مِنْ الدَّبْرِ فَحَمَتْهُ مِنْ رُسُلِهِمْ فَلَمْ يَقْدِرُوا مِنْهُ
عَلَى شَيْءٍ Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim satu
pasukan mata-mata dan mengangkat ‘Ashim bin Tsabit sebagai pimpinan. Dia adalah
kakek ‘Ashim bin ‘Umar bin Al-Khaththab. Merekapun berangkat hingga tiba di
antara ‘Usfan dan Makkah. Ternyata berita ini dibocorkan kepada Bani Lihyan,
yang lantas membuntuti mereka dengan seratus pasukan panah. Hingga ketika mereka
tiba di satu tempat, mereka dapati pada bekas rombongan ‘Ashim biji-biji kurma
yang dibawa dari Madinah. Kata mereka: “Ini adalah kurma Madinah.” Merekapun
mengejar hingga berhasil menemukan rombongan ‘Ashim.
Sementara rombongan
‘Ashim berlindung di Fadfad. Akhirnya datanglah pasukan Bani Lihyan mengepung
mereka dan berkata: “Kalian berhak membuat kesepakatan dan perjanjian. Jika
kalian turuti kami maka kami tidak akan membunuh seorangpun dari
kalian.”
Kata ‘Ashim: “Adapun aku, tidak akan menerima perlindungan orang
kafir. Ya Allah, sampaikan tentang kami kepada Nabi-Mu.”
Maka merekapun
memerangi rombongan ‘Ashim hingga dia terbunuh dari tujuh korban yang ada,
akibat serangan panah. Tinggallah Khubaib dan Zaid serta seorang lagi. Lalu
merekapun menerima kesepakatan dan perjanjian, setelah itu merekapun ikut dengan
pasukan Bani Lihyan.
Setelah pasukan itu menguasai Khubaib dan
teman-temannya, mereka melepas tali busur mereka, mengikat Khubaib dan dua
temannya. Shahabat yang ketiga tadi berkata: “Ini adalah pengkhianatan pertama.”
Dan dia menolak ikut mereka. Akhirnya pasukan itu menyeretnya namun dia tetap
menolak. Maka merekapun membunuhnya.
Pasukan itu akhirnya membawa Khubaib
dan Zaid kemudian menjualnya di Makkah. Khubaib dibeli Bani Al-Harits bin ‘Amir
bin Naufal di mana Khubaib pernah membunuh Al-Harits pada waktu perang Badr.
Akhirnya dia tinggal bersama mereka sebagai tawanan, sampai mereka sepakat untuk
membunuhnya. (Ketika ditawan), Khubaib meminjam pisau cukur kepada salah satu
anak perempuan Al-Harits untuk membersihkan diri. Wanita itu pun
meminjamkannya.
Wanita itu mengatakan: “Aku sempat lupa dengan anakku
yang masih kecil. Dia (anak si wanita itu, red.) masuk mendekati Khubaib dan
oleh Khubaib diletakkan di atas pahanya. Ketika aku melihatnya, aku sangat
ketakutan dan ini diketahui Khubaib, sedangkan di tangannya tergenggam pisau
cukur itu. Diapun berkata: “Apakah engkau takut kalau aku membunuh anak ini?
Tidak mungkin aku melakukannya, Insya Allah.”
Wanita itu setelah itu
selalu berkata: “Aku belum pernah melihat tawanan yang lebih baik dari Khubaib.
Aku pernah melihatnya memakan segenggam anggur, padahal ketika itu di Makkah
tidak ada buah-buahan, sedangkan dia terbelenggu dengan rantai besi. Ternyata
itu tidak lain adalah rizki yang Allah berikan kepadanya.
Kemudian mereka
keluar menjauhi daerah Al-Haram (Makkah) untuk membunuh Khubaib.
Khubaib
berkata: “Biarkan aku mengerjakan shalat dua rakaat.” Setelah itu dia menoleh
kepada mereka, dan berkata: “Kalau bukan karena khawatir kalian menganggap aku
takut mati, tentu aku tambah lagi.” Dialah yang pertama memberikan contoh
(sunnah) shalat dua rakaat sebelum dibunuh. Kemudian dia berkata: “Ya Allah,
hitunglah jumlah mereka.” Lalu dia berkata lagi:
Aku tidak pernah peduli
ketika aku terbunuh sebagai muslim Di bagian manapun tubuhku jatuh terbunuh
karena Allah Itu untuk membela Dzat Allah2, dan kalau Dia kehendaki Tentu
Dia berkahi salah satu anggota tubuhku yang terputus
Kemudian bangkitlah
‘Uqbah bin Al-Harits lalu membunuhnya. Kemudian orang-orang Quraisy mengirim
utusan untuk mencari satu bagian tubuh ‘Ashim yang mereka ketahui bahwa ia yang
membunuh pembesar mereka di Badr. Kemudian Allah mengirimkan serombongan lalat
atau lebah seperti naungan yang melindungi ‘Ashim dari utusan-utusan tersebut
sehingga mereka tidak dapat mendekatinya.”
Ibnu Hajar rahimahullahu
menerangkan, ketika Khubaib berdoa dengan kalimat tersebut, tidak ada yang
selamat dari mereka kecuali orang yang menjatuhkan dirinya tiarap di atas tanah.
Beliau nukil dari Ibnu Ishaq dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang menyertai
ayahnya Abu Sufyan ketika itu, bahwa beliau mengatakan: “Ayahku melemparkanku ke
atas tanah, khawatir terkena doa itu.”
Dan beliau nukilkan pula dari
riwayat Abil Aswad bahwa Jibril datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
menceritakan keadaan mereka. Lalu beliaupun menyampaikannya kepada para
shahabat.
Ibnul Qayyim menceritakan bahwa ketika itu Abu Sufyan
menawarkan kepada Khubaib, katanya: “Bagaimana, apakah engkau senang kalau
Muhammad yang kami tawan dan lehernya ditebas sedangkan engkau tinggal di
tengah-tengah keluargamu?” Kata Khubaib: “Tidak, demi Allah. Tidaklah aku senang
meskipun aku bersama keluargaku namun Muhammad (Shallallahu 'alaihi wa sallam)
ada di tempat lain dan dia tertusuk duri.”
Beberapa Faedah Kisah
Ini Ibnu Hajar menerangkan beberapa faedah dari kisah yang ada dalam hadits
ini, di antaranya:
- Bolehnya menepati perjanjian kesepakatan dengan kaum
musyrikin - Menahan diri tidak membunuh anak-anak mereka - Adanya karamah
para wali - Bolehnya mendoakan kejelekan untuk kaum musyrikin secara
umum - Bolehnya shalat ketika akan dibunuh - Bolehnya mendendangkan syair
ketika akan dibunuh.
Dan ini menunjukkan kekuatan keyakinan Khubaib dan
keteguhannya terhadap Islam.
Dari sini kita lihat pula bagaimana kaum
musyrikin sangat menghormati dan mengagungkan tanah haram (Makkah), semoga Allah
tetap menjaga dan memuliakannya. Wallahu a’lam.
1 Demikian Ibnul
Qayyim menyebutkan bahwa yang diangkat menjadi pimpinan adalah Martsad bin Abi
Martsad Al-Ghanawi radhiallahu 'anhu, namun wallahu a’lam yang lebih tepat
adalah seperti yang tersebut dalam hadits berikutnya. 2 Ibnu Qayyim
Al-Jauziyyah menerangkan dalam Bada`i’ul Fawa`id (2/7-8) bahwa konteks seperti
maknanya adalah , yaitu hal itu kutempuh di jalan Allah (dalam ketaatan dan
keridhaan-Nya). Demikian pula kata Al-’Allamah Ibnu ‘Utsaimin dalam Syarah
Bulughul Maram ketika menjelaskan hadits ‘Aisyah (no. 6770) dari Kitabush
Shiyam, lafadz . (ed)
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar