Radio Muwahiddin

Kamis, 02 Februari 2012

Syaikh Abdullah Shalfiq : Perjalananku ke Indonesia (3)


Syaikh Abdullah Shalfiq : Perjalananku ke Indonesia (3)

--------------------------------------------------------------------------------------------

Diambil dari website www.salafy.or.id

Penulis: Panitia Daurah Masyayikh 1430 H – 2009

PERTAMA :


Para Ikhwah (Asatidzah) Ahlus Sunnah As-Salafiyyin
Panitia Daurah Ilmiah dan Pengampu Dakwah Salafiyyah
di Negeri Indonesia

Sungguh kami telah berjumpa – sesampainya kami di negeri Islam ini (negeri Indonesia)- dengan saudara-saudara kami, Ahlus Sunnah As-Salafiyyin. Kami saksikan kebenaran dalam berpegang kepada As-Sunnah kejujuran dalam beragama, istiqamah di atas manhaj salafi, serta semangat dalam thalabul ilmi dan berdakwah di jalan Allah, kami menilainya demikian – dan kami tidak bermaksud memberikan tazkiyyah di hadapan Allah untuk seorang pun – .

Sebagian di antara mereka ada yang pernah belajar di hadapan para masyaikh dan para ‘ulama kita, seperti Asy-Syakh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahumallah, atau seperti Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahumallah. Sebagian yang lain adalah para alumnus Al-Jami’ah Al-Islamiyyah (Universitas Islam) Madinah, dan sebagian yang lain, yang masih belum mendapat kesempatan seperti ini, tetap bersemangat untuk menseriusi kitab-kitab dan kaset-kaset para masyaikh tersebut, baik para ‘ulama maupun para penuntut ilmu dari kalangan Ahlus Sunnah.


Lebih dari sekadar berguru, aku telah mengetahui pada mereka seringnya mereka berziarah dan bermusyawarah dengan para ‘ulama. Paling seringnya adalah bermusyawarah dengan Asy-Syaikh Rabi’ Al-Madkhali – hafizhahullah – yang beliau ini memiliki peran besar dalam menyatukan kalimat dan barisan mereka.

Sungguh itu merupakan di antara bukti-bukti dalam mengetahui jalan beragama seseorang, apakah dia berjalan di atas sunnah atau di atas sesuatu yang menyelisihinya. Ruh-ruh itu adalah tentara yang berbaris, ruh-ruh yang saling cocok akan bisa bersatu, dan ruh-ruh yang saling bertentangan akan berselisih. Para ‘ulama salaf dahulu memandang bahwa bergaulnya seseorang dengan ahlus sunnah, mencintainya, dan bersemangat dalam mengambil ilmu darinya serta bermusyawarah dengannya sebagai tanda bagi manhaj seseorang.

Lebih dari itu, mereka (para ‘ulama salaf) memiliki pengetahuan tentang manhaj-manhaj baru, kelompok-kelompok hizbiyyah, waspada darinya, dan mentahdzirnya.

Ini merupakan prinsip yang sangat penting bagi seorang muslim, terutama bagi kalangan penuntut ilmu atau para da’i di jalan Allah, yaitu hendaknya ia mengetahui kejelekan dan para pengusungnya agar ia waspada darinya. Sungguh Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallah ‘anhuma berkata:

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ عَنِ الْخَيْرِ، وَكُنْتُ أَسْأَلُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي

“Dahulu orang-orang bertanya tentang kebaikan, namun aku bertanya tentang kejelekan karena khawatir (kejelekan tersebut) akan menimpaku.”

Sungguh benar ucapan sang penyair:

عَرَفْتُ الشَّرَّ لاَ لِلشَّرِّ لّكِـْن لِتَوَقِّــّّيهِ

وَمَنْ لاَ يَعْرِفِ الشَّرَّ مِنَ الْخَيْرِ يَقَعْ فِيهِ

Aku mempelajari kejelekan bukan untuk melakukannya, akan tetapi untuk aku menghindarinya

Barangsiapa yang tidak bisa membedakan kejelekan dari kebaikan maka ia akan terjatuh ke dalamnya

Demikianlah yang aku saksikan pada diri mereka. Itu merupakan di antara hasil tarbiyah para ‘ulama rabbani. Sesungguhnya ‘ulama rabbani adalah ‘ulama yang mentarbiyah murid-muridnya dengan tarbiyah salafiyyah, yang dengannya terbedakan dengan seluruh manusia. Maka ‘ulama rabbani tersebut mengumpulkan antara penanaman prinsip syari’at dan aqidah, dengan peringatan terhadap kejelekan dan bid’ah serta para pelakunya.

Inilah keistimewaan para ‘ulama yang telah disebutkan di atas. Dan hal ini demi Allah merupakan bentuk nasehat bagi seluruh kaum muslimin dan para penuntut ilmu. Adapun sikap mengambil satu sisi dan mengabaikan sisi lainnya, maka cara yang demikian ini yang akan membuat si murid berbuat yang berlebihan pada satu kesempatan, atau berbuat menyepelekan pada kesempatan yang lain, dan akan menjadikannya tidak berjalan dia pondasi ilmiah manhajiyyah. Cara demikian membuat banyak kalangan muda berada dalam alam pikiran yang kacau. Tidak mampu membedakan mana yang Ahlus Sunnah dan mana yang Ahlul Bid’ah, di samping berada dalam aqidah yang lemah. Ia bingung dalam memberikan loyalitasnya, sehingga tidak mengetahui siapa yang layak diberi loyalitas dan siapa yang harus dimusuhi. Tidak mengetahui siapa yang harus ia cintai dan siapa yang harus ia benci. Bahkan ada di antara mereka yang menjadi berseberangan dengan kewajiban-kewajiban imaniyyah, yaitu mencintai ahlus sunnah dan membenci ahlul bid’ah. Yang demikian kami saksikan pada sebagian murid-murid para masyaikh yang tidak mau memperhatikan sikap waspada terhadap kebid’ahan dan para pengusungnya, hizbiyyah dan berbagai simbolnya. Mereka tidak memberikan perhatian sama sekali, yang menyebabkan timbulnya di tengah-tengah mereka orang-orang yang seperti itu. Bahkan durhaka dan meninggalkan jalan para masyaikh (guru) mereka.

Aku katakan :
Sungguh aku telah menyaksikan pada para ikhwah tersebut (yakni para asatidzah penyelenggara/panitia Daurah Ilmiyyah Nasional) adanya adab-adab yang tinggi, akhlak-akhlak yang mulia, jiwa-jiwa yang baik, kepeduliaan yang tinggi, ta’awun yang kuat sesama mereka dalam rangka menyebarkan sunnah dan tauhid, serta manhaj salafi di tengah-tengah negeri tersebut yang telah banyak didominasi oleh kalangan Asy’ariyyah dan Shufiyyah, bahkan kelompok-kelompok hizbiyyah.

Sungguh tidak berlebihan bila aku katakan, bahwa apa yang aku saksikan adalah sesuatu yang tidak ada bandingannya. Aku belum pernah melihat yang seperti itu. Belum pernah aku menyaksikan jumlah yang begitu besar, mendatangi Daurah Umum yang diterjemahkan, jumlah mereka lebih dari 10.000 orang. Atau jumlah besar mereka yang hadir pada pelajaran Daurah Khusus (khusus untuk para asatidzah dan para duat) yang mendekati 500 orang. Mereka datang dari berbagai penjuru dan kepulauan negeri Indonesia dengan membawa semangat untuk menyebarkan sunnah dan mencari ilmu. Bahkan aku diberi tahu bahwa di sana masih ada lagi sejumlah para penuntut ilmu yang juga berkeinginan menghadiri Daurah Khusus, namun karena tempat yang tidak mencukupi untuk menampung jumlah mereka yang besar, maka panitia membatasi dengan sebagiannya saja.

Mereka (para asatidzah penyelenggara/panitia) telah mengadakan daurah-daurah tersebut dengan swadaya mereka sendiri, di tengah-tengah segala kekurangan. Namun mereka tidak mau menerima sumbangan dana bersyarat dari sebagian organisasi/yayasan yang memiliki tujuan yang samar dan tanzhim hizbi, yang tidaklah tanzhim tersebut hadir pada suatu negeri atau suatu dakwah kecuali pasti akan memecah belah dakwah tersebut dan menimbulkan permusuhan dan saling benci sesama pelaku dakwah. Walahaula wala Quwwata illa billah.

Upaya saling bekerjasama dan bantu membantu yang membuahkan hasil ini, dan cara yang sukses ini, tidak lain merupakan buah dari tarbiyah para ulama dan senantiasa berhubungan dengan mereka. Hal itu membuahkan dalam diri mereka kesinambungan dalam berusaha di atas sikap pertengahan dan lapang, serta hanifiyyah (kelurusan) yang jelas.

Sungguh orang-orang seperti mereka adalah orang-orang yang berhak mendapatkan bantuan, pertolongan, dan kerjasama dalam menjalankan dakwah mereka untuk menyebarkan tauhid dan Sunnah serta manhaj salafi di tengah-tengah negeri yang penduduknya telah didominasi oleh aqidah Asy’ariyyah dan tarekat Shufiyyah, bahkan kelompok-kelompok hizbiyyah dan takfiry, serta aliran-aliran dan agama-agama yang bermacam-macam.

Semoga Allah memberikan sebaik-baik balasan kepada para ikhwah pengampu dakwah dan Daurah Ilmiah ini. Dan semoga Allah memperbesar pahala atas perkara yang mereka jalankan, berupa pelaksanaan amanat ini dan menyebarkan risalah ini.

Di antara para ikhwah (asatidzah) tersebut yang aku jumpai adalah Al-Ustadz Luqman Ba’abduh, Al-Ustadz Abal Mundzir, Al-Ustadz ‘Askari, Al-Ustadz Hannan Bahannan, Al-Ustadz Qamar Su’aidi, Al-Ustadz Usamah Faishal Mahri, Al-Ustadz ‘Abdush Shamad Bawazir, Al-Ustadz Ahmad Khadim, Al-Ustadz Ruwaifi’, Al-Ustadz ‘Abdul Mu’thi, Al-Ustadz ‘Abdul Bar, Al-Ustadz Ja’far Shalih, dan selain mereka yang tidak aku ingat nama-namanya. Sebagaiman pula aku tidak lupa dengan salah seorang pemuda bernama Muhammad Fuad yang telah melakukan penerjemahan banyak kitab-kitab salafiyyah dari bahasa ‘Arab ke dalam bahasa Indonesia.

Sebagai tambahan keterangan, bahwasanya ia (Muhammad Fuad) dulunya adalah Cina kafir, kemudian masuk Islam dan benarlah Islamnya. Kemudian Allah memberikan karunia kepadanya berupa mengenal manhaj salafi dan aqidah sunni. Allah memberikan manfaat melalui dirinya kepada Islam dan kaum muslimin. Maha Suci Allah yang telah mengeluarkan yang hidup dari yang mati. Mengeluarkan dari kegelapan kepada cahaya. Ia memberikan hidayah ke ash-shirath al-mustaqim bagi siapa yang ia kehendaki. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.

Di antara perkara yang membuatku terkejut adalah ketika aku melihatnya sebagai penerjemah – dan aku bersyukur kepada Allah atas hal ini- kitabku Sallu As-Suyuf wa Al-Asinnah ‘ala Ahli Al-Ahwa’ wa Ad’iyyah As-Sunnah yang mendapatkan pendahuluan dari Syaikh kami, Doktor Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, seorang ‘ulama yang memiliki perjuangan yang penuh berkah dalam membela rekan-rekan dan murid-muridnya, serta anak-anak didiknya dari kalangan Ahlus Sunnah di setiap tempat. Segala puji bagi Allah yang dengan-Nya sempurnalah setiap amal shalih. Dan aku memohon kepada-Nya agar memberikan rizqi kepada kita berupa keikhlasan dalam berucap dan beramal, menjadikan kita beramal dalam ketaatan-Nya dan membela agama dan sunnah Nabi-Nya, dan agar Dia menjadikan hal ini semua termasuk dalam timbangan amal-amal kebaikan, baik yang berupa kitab-kitab, pengantar, penerjemahan, maupun penerbitan, pada hari yang sudah tidak lagi bermanfaat lagi harta dan anak kecuali yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.

Transkrip Arab :
أولا ً: الحديث عن إخواننا أهل السنة السلفيين القائمين على الدورة العلمية والدعوة السلفية في بلاد أندونيسيا

لقد التقينا بعد وصولنا إلى هذه البلاد الإسلامية بإخواننا أهل السنة السلفيين، والذين رأينا فيهم صحة الالتزام بالسنة، وصدق التدين، والاستقامة على المنهج السلفي، والحرص على العلم والـدعـوة إلى الله عزوجل. نحسبهم كـذلك – ولا نزكي على الله أحدًا – .
والبعض منهم ممن درس على يد مشايخنا وعلمائنا، أمثال الشيخ مقبل بن هادي الوادعي، والشيخ أحمد بن يحيى النجمي، رحمهما الله تعالى، أو أمثال الشيخ صالح بن فوزان الفوزان والشيخ ربيع بن هادي المدخلي حفظهما الله تعالى، والبعض من خريجي الجامعة الإسلامية، والبعض ممن فاته ذلك حريص على اقتناء كتب وأشرطة هؤلاء المشايخ وأمثالهم من العلماء وطلبة العلم أهل السنة.
وفضلاً عن التلمذة، فلقد علمت فيهم كثرةً في زيارة العلماء وأخذ المشورة منهم، وكان أكثره للشيخ ربيع المدخلي حفظه الله تعالى، والذي كان له الدور الكبير في جمع كلمتهم واتحاد صفوفهم.
وإن هذا من دلائل معرفة سبيل المرء، إن كان على سنة أو خلافها، فالأرواح جنود مجندة، ما تعارف منها ائتلف، وما تناكر منها اختلف. والسلف كانوا يرون مجالسة الرجل لأهل السنة، ومحبته لهم، والحرص على التتلمذ على أيديهم، ومشورتهم من علامات ذلك.
وهم، فضلا ً عن ذلك، فإن لديهم معرفة بالمناهج المستحدثة، والجماعات الحزبية، والحذر منها، والتحذير منها.
وهذا من المهم لدى المسلم أن يعرف الشر وأهله للحذر منه، فضلا ً عن طلاب العلم أو الدعاة إلى الله عزوجل. ولقد كان حذيفة  يقول: كان الناس يسألون عن الخير، وكنت أسأل عن الشر مخافة أن يدركني. وصدق القائل :
عرفت الشر لا للشر لكـن لتوقــّّيه
ومن لا يعرف الشر من الخير يقع فيه
وهذا الذي رأيته فيهم هو من ثمرة التربية على أيدي العلماء الربانيين، فإن العالم الرباني هو الذي يربي طلابه تربية سنية سلفية، يتميز بها عن سائر الناس. فيجمع بين التأصيل الشرعي العقدي وبين التحذير من الشر والبدع وأهلها.
وهذا ما تميز به أولئك العلماء المذكورون، وهذا والله هو النصح للمسلمين، والطلاب، أما أن يؤخذ جانب ويهمل آخر، فهذا الذي يجعل الطالب بين الإفراط حينـًا أو التفريط حينـًا آخر، ويجعله دون ركيزة علمية منهجية. وهذا الذي جعل كثيرًا من الشباب في تخبطٍ فكري، لا يفرق بين من هو سنيٌّ ومن هو بدعيٌّ ، وفي تميع عقدي، يتخبط في ولاءاته، فلا يعرف من يوالي ممن يعادي، ولا يعرف من يحب ممن يبغض، بل أنتج فيهم خلاف الواجب الإيماني، الذي هو محبة أهل السنة وبغض أهل البدع. وهذا قد رأيناه عند تلاميذ المشايخ الذين لا يولون جانب التحذير من البدع وأهلها، والحزبيات وانتماءاتها، أيَّ اهتمام، مما أنتج فيهم ذلك، بل العقوق لمشايخهم، والميل عن سبيلهم.
أقول لقد رأيت في أولئك الإخوة الآداب الرفيعة، والأخلاق السامية، والنفوس الطيبة، والكرم العالي، والتعاون البناء فيما بينهم لنشر السنة والتوحيد والمنهج السلفي في وسط تلك البلاد، التي يغلب فيها التمشعر والتصوف، فضلاً عن الجماعات الحزبية.
وقد لا أبالغ إن قلت أن ما رأيته أمر لا نظير له، ولم أشاهد مثله، ويشهد على ذلك هذه الأعداد الغفيرة التي حضرت المحاضرات العامة المترجمة، والتي تجاوزت العشرة آلاف، أو تلك التي حضرت الدروس والتي قاربت الخمسمائة، جاءوا من أنحاء أندونيسيا وجزرها، مع حرص على السنة، وحرص على العلم. بل أخبرت بأن هناك المزيد من طلاب العلم كان يريد الحضور لكن المكان لم يكن يتسع هذا العدد الكبير فاكتفوا ببعضهم.
وهم قد أقاموا هذه الدورات على جهودهم الذاتية، مع قلة ذات اليد، وعدم قبولهم للمساعدات المشروطة من بعض الجمعيات ذات التوجهات المشبوهة، والتنظير الحزبي، والتي ما حلت في بلد أو دعوة إلا فرقت شملها، وأوجدت بين أصحابها العداوة والبغضاء، ولا حول ولا قوة إلا بالله.
وهذا التفاعل والتعاون المثمر، والمسلك الناجح، إنما هو من ثمرة التربية على العلماء، والاستمرار في الارتباط بهم، والذي أًثمر فيهم استمرارًا في جهودهم، على وسطية سمحة، وحنيفية واضحة.
وإن مثل هؤلاء هم الذين يستحقون المؤازرة والمناصرة والتعاون معهم في دعوتهم في نشر التوحيد والسنة والمنهج السلفي في وسط تلك البلاد التي غلب على أهلها عقيدة الأشاعرة والطرق الصوفية، فضلاًً عن الجماعات الحزبية، والفرق التكفيرية، والملل والأديان المتنوعة.
فجزى الله الإخوة القائمين على هذه الدعوة، وهذه الدورات العلمية، خير الجزاء، وأعظم لهم المثوبة على ما يقومون به من أداء لهذه الأمانة، ونشر لهذه الرسالة.
وإن من هؤلاء الإخوة الذين قابلتهم، الأستاذ لقمان باعبده، والأستاذ أبا المنذر، والأستاذ عسكرى، والأستاذ حنان باحنان، والأستاذ قمر سعيدي، والأستاذ أسامة بن فيصل مهري، والأستاذ عبدالصمد باوزير، والأستاذ أحمد خادم، والأستاذ رويفع، والأستاذ عبدالمعطي، والأستاذ عبدالبر، والأستاذ جعفر صالح، وغير هؤلاء ممن لا يحضرني اسمه. كما لا أنسى ذاك الشاب الأخ محمد فؤاد الذي يقوم بترجمة كثير من الكتب السلفية من العربية إلى الإندونيسية.
علمًا أنه كان صينيًا كافرًا فأسلم وصح إسلامه، ومَنَّ الله عليه بالمنهج السلفي والعقيدة السنية، ونفع الله به الإسلام والمسلمين، فسبحان من يخرج الحي من الميت، ويخرج من الظلمات إلى النور، ويهدي من يشاء إلى صراط مستقيم. والحمدلله رب العالمين.
وإن مما تفاجأت برؤيته مترجمًا وحمدت الله عزوجل على ذلك كثيرًا كتابي (سل السيوف والأسنة على أهل الهوى وأدعياء السنة) ، والذي هو من تقديم شيخنا الدكتور ربيع بن هادي المدخلي والذي له الجهود المباركة في نصرة إخوانه وتلاميذه وأبنائه من أهل السنة في كل مكان. والحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات، وأسأله عزوجل أن يرزقنا الإخلاص في القول والعمل، وأن يستعملنا في طاعته والدفاع عن دينه وسنة نبيه  ، وأن يجعل ذلك في ميزان حسنات من كتب وقدم وترجم ونشر يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم.

(bersambung, insya Allah)

(Sumber : http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=360996 & diarsipkan di http://www.rabee.net/almadani/andonisia.zip. Dikirimkan oleh al akh Abu Amr melalui email)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."