Merujuk Kepada Ulama Dan Kembali Kepada Pandangan Mereka Terkhusus Ketika Pada Saat Terjadi Fitnah
---------------------------------------------------------------------------------
بسم الله الرحمن الرحيم
Merujuk Kepada Ulama Dan Kembali Kepada Pandangan Mereka Terkhusus Ketika Pada Saat Terjadi Fitnah
Asy-Syaikh Abdurrahman Al-Luwaihiq hafizhahullah berkata dalam “Qawa’id Fi At-Ta’amul Ma’a Al-’Ulama” halaman 119-120:
Sesungguhnya termasuk dari keadaan fitnah adalah tersamarkan padanya perkara, banyak terjadi kesimpang siuran dan tergelincir pemahaman dan akal. Dan penjagaan pada saat itu adalah teruntuk bagi jama’ah yang ulama menjadi pemimpinnya. Maka wajib atas manusia -pemimpinnya dan rakyatnya- untuk merujuk kepada pendapat dan pandangann ulama dan kemabali kepada perkataan mereka.
Karena ikut campurnya kemumuman manusia dalam fitnah, ikut mengeluarkan pendapat akan menghasilkan tambah paranhnya fitnah dan perpecahan bagi umat. Perkara yang terkai dengan kepentingan umum berupa berita tentang keamanan dan ketakutan maka dikembalikan kepada para ulama. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا جَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Jika datang kepada mereka suatu berita tentang keamananataupun ketakutan mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerhkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka tentulah orang yang ingin mengetahui kebenarannya akan dapat mengetahuinya dari mereka. Kalau tidak karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian niscaya kalian akn mengikuti syaithan kecuali sebagian kecil.” (An-Nisa’: 83)
Asy-Syaikh Al-’Allamah Ibnu As-Sa’dy rahimahullah berkata: “Ini adalah pelajaran adab dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, tentang perbuatannya ibni tidaklah pantas. Dan sepantasnya bagi mereka jika datang suatu perkara kepada mereka dari perkara-perkara penting dan terkait dengan kepentingan umum terkait dengan maslah keamanan dan kebahagiaan kum mukiminin, atau terkait rasa takut yang padanya ada musibah, wajib atas mereka untuk mencari kebenaran berita itu dan tidak tergesa-gesa menyebarkan kabar tersebut. Bahkan selayaknya bagi mereka untuk mengembalikan urusan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kepada ul;il amri di antara mereka para ulama pemilik pandangan lurus, akal, nasehat dan ketenangan yang mengetahui seluk beluk perkara, yang mengetahui maslahah dan mafsadat. Jika mreka memandang dakam penyebarannya ada maslahah kebaikan dan semangat bagi kaum mukmini, kebahagiaan bagi mereka dan penjagaan dari mush-mush mereka maka mereka melakukan hal itu. Jika mereka memandang tidak ad manfaat disebrakan berita itu atau ada manfat akan tetapi madharat lebih besar dari manfaatnya maka mereka tidak menyebarkannya. Oleh krena itu Allah Ta’ala berfirman,
لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ
” tentulah orang yang ingin mengetahui kebenarannya akan dapat mengetahuinya dari mereka”.
Yaitu mereka mengambil kesimpulan dengan pemikiran mereka dan pandangan mereka yang lurus dan ilmu mereka yang terbimbing.
Dalam hal ini ada dalil akan kaidah yang penting yaitu “Bahwasanya jika terjadi pembahasan pada suatu perkara maka selayaknya untuk diserahkan kepada yang pantas mengurusinya, dikembalikan kepada ahlinya, dan tidak mendahului mereka, yang demikian itu lebih dekat kepada kebenaran, dan lebih dekat pada keselamatan dan jauh dari kesalahn”.
Dan dalam hal ini ada larangan dari ketergesa-gesaan dan buru-buru menyebarkan berita sehabis mendengarnya. Perkara diurus dengan berpikir sebelum berbicara, dan dilihat apakah ada maslahah maka oarng-orang diajak ke sana, atau ada mafsadat maka ditahan darinya.
Diterjemahkan oleh
‘Umar Al-Indunisy
Drul Hadits – Ma’bar, Yaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar