Radio Muwahiddin

Rabu, 29 Februari 2012

HADITS JIBRIL SEBAGAI PONDASI ISLAM DAN IMAN (3)


HADITS JIBRIL SEBAGAI PONDASI ISLAM DAN IMAN (3)
----------------------------------------------------------------------------------

Oleh Ustadz Kharisman

Di antara pelajaran-pelajaran yang bisa diambil (Faidah) dari hadits ini
1. Malaikat atas idzin Allah bisa menampakkan diri dalam wujud manusia, sebagaimana Malaikat Jibril dalam hadits ini.
2. Adab penuntut ilmu dalam menghadiri majelis, seperti yang ditunjukkan oleh Jibril:
- Berpakaian dan berpenampilan baik.
- Mendekat kepada guru/ ustadz yang menyampaikan ilmu.
- Menyampaikan pertanyaan secara adab.
Dalam riwayat lain, Jibril berkata: Bolehkah saya mendekat, wahai Rasulullah. Rasul menjawab: mendekatlah. Kemudian ia bertanya lagi: Bolehkah saya mendekat wahai Rasulullah. Rasul menjawab: Mendekatlah. Ia bertanya lagi: Bolehkah saya mendekat wahai Rasulullah. Rasul menjawab: Mendekatlah. Sampai-sampai lututnya hampir bersentuhan dengan lutut Rasulullah. ….Ibnu Umar berkata: Saya tidak pernah melihat seseorang yang lebih besar penghormatannya kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dibandingkan dia (H.R Ahmad dari jalur ‘Alqomah bin Martsad dari Sulaiman bin Buraidah dari Ibnu Ya’mar dari Ibnu Umar).
3. Penjelasan tentang rukun Islam, Iman, dan Ihsan
4. Tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
5. Kadangkala seseorang yang berada di majelis ta’lim mengajari orang lain yang berada di majelis tersebut dengan cara bertanya kepada penceramah, supaya jawaban penjelasan tersebut didengar oleh orang lain yang berada di majelis tersebut. Rasul menyatakan bahwa Jibril-lah yang mengajari para Sahabat, padahal Jibril hanya bertanya, dan Rasul yang menjelaskan.
6. Iman terhadap taqdir adalah bagian dari rukun Iman. Sebagian orang mengingkari hal itu karena menganggap penyebutan Iman dalam al-Qur’an tidaklah mengikutsertakan iman terhadap taqdir. Hal ini terbantah dengan hadits ini, dan hadits Nabi adalah penjelas alQur’an.

CATATAN KAKI:

5. Orang-orang musyrikin Quraisy yang menentang dakwah Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam adalah orang-orang yang meyakini Rububiyyah Allah, tapi tidak meyakini Uluhiyyah Allah secara benar. Artinya, mereka meyakini bahwa Allah adalah Pencipta, Penguasa, dan Pengatur mereka satu-satunya, namun mereka tidak mempersembahkan ibadah hanya kepada Allah.
Allah berfirman kepada NabiNya:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

Dan jika engkau (Muhammad) bertanya kepada mereka (orang-orang kafir Quraisy): Siapakah yang menciptakan mereka, sungguh-sungguh dan pasti mereka akan menjawab: Allah! Maka bagaimana bisa mereka dipalingkan? (Q.S az-Zukhruf:87).

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan, pasti mereka akan menjawab: Allah! Maka bagaimana bisa mereka dipalingkan? (Q.S al-Ankabuut: 61).

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

Katakanlah (Muhammad) : Siapakah yang memberikan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, dan siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab: Allah! Maka katakanlah: Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya) (Q.S Yunus: 31).
6. Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah merangkumkan penjelasan para ‘Ulama terdahulu di antaranya dari kalangan para Sahabat dan tabi’in dalam mendefinisikan thaghut : “ segala sesuatu (makhluk) yang diperlakukan melampaui batas dalam hal disembah(diibadahi), diikuti, dan ditaati”
Segala sesuatu yang disembah selain Allah (dalam keadaan ia ridla) adalah thaghut. Syaithan adalah thaghut. Manusia yang dikultuskan dan diikuti atau ditaati secara mutlak walaupun bertentangan dengan AlQuran dan AsSunnah, dan dia mengajak manusia secara terang-terangan untuk mengikuti penyimpangan dari AlQuran dan as-Sunnah, sehingga menghalalkan yang diharamkan Allah dan mengharamkan yang dihalalkan Allah, maka dia termasuk thaghut.
7. Contoh sesuatu yang tidak terjadi, bagaimana kalau terjadi:
Allah Maha Mengetahui bahwa orang-orang kafir yang sudah masuk neraka, tidak akan dikembalikan ke dunia. Kalaupun dikembalikan ke dunia, mereka tidak akan beramal sholih seperti yang mereka kemukakan

وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ

Kalau seandainya engkau melihat orang-orang yang berdosa menundukkan kepala mereka di sisi Tuhan mereka, (dan berkata) Wahai Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, kembalikan kami (ke dunia) agar kami bisa beramal sholih, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin (Q.S as-Sajdah: 12)

وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

Kalau seandainya mereka dikembalikan ( ke dunia), niscaya mereka akan kembali melakukan hal-hal yang dilarang dan sesungguhnya mereka adalah para pendusta (Q.S al-An’aam:28).
8. Perbuatan seorang manusia adalah ciptaan Allah juga sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat tersebut. Harus dibedakan antara Pencipta dengan pelaku. Penciptanya adalah Allah, sedangkan pelakunya adalah manusia. Kaidah ini akan memberikan pelajaran sebagai berikut:
a. Manusia punya kehendak, namun kehendaknya di bawah kehendak Allah.
b. Manusia punya pilihan (ikhtiyar) untuk berbuat, dan ia tidak dalam keadaan dipaksa.
c. Manusia yang berbuat kejahatan berhak untuk disalahkan dan mendapatkan hukuman, karena ia adalah pelakunya.
d. Saat manusia melakukan kemaksiatan kemudian ia tersadar, hendaknya ia tidak larut dalam penyesalan berkepanjangan yang akan mengantarkan pada sikap putus asa dari rahmat Allah. Hal ini karena ia paham bahwa segala sesuatunya telah ditakdirkan Allah, dan apa yang telah diperbuatnya juga adalah bagian dari ciptaan Allah. Ia bertekad untuk tidak melakukan perbuatan kemaksiatannya lagi dengan meminta pertolongan, menjalankan sebab-sebab, dan tawakkal kepada Allah.
e. Tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah karena Ia adalah Pencipta segala sesuatu.

RUJUKAN :
Jaami’ul Uluum wal Hikaam karya Ibnu Rojab
Syarh al-Arbain anNawawiyyah dari para Ulama’ : Ibnu Daqiiqil ‘Ied, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di, Syaikh al-Utsaimin, Syaikh Muhammad Athiyyah Salim, Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Aalu Syaikh, Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."