Radio Muwahiddin

Minggu, 29 Januari 2012

Pakaian yang Diharamkan (3-Habis)


Pakaian yang Diharamkan (3-Habis)
-------------------------------------------------------------------------------------------------

Oleh: Asy Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin (khutbah Jum’at)

Ayyuhal Muslimun
Termasuk pakaian yang diharamkan yang khusus diharamkan bagi laki-laki adalah pakaian yang melebihi mata kaki baik celana, baju, musdah atau yang lainnya, berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam :

ما أسفل الكعبين من الإزار ففي النار . ‌
Apa-apa yang dibawah mata kaki dari kain penutup badan (seperti sarung) maka tempatnya di neraka. (HR. Al Bukhari)

Dan berkata Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma ;

ما قال رسول الله صلى الله عليه و سلم في الإزار فهو في القميص
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak mengatakan pada sarung kecuali berlaku pada qamis ( baju )”

Maka tidak halal bagi laki-laki menurunkan sedikit saja dari pakaiannya dibawah mata kaki karena Nabi mengancam hal itu dengan neraka. Dan tidaklah terancam dengan neraka kecuali atas perbuatan yang haram, bahkan tidak terancam dengan siksa neraka kecuali atas perkara yang merupakan dosa besar.

Sungguh sebagian manusia menyangka bahwa hadits ini bagi orang yang menurunkan pakaiannya karena huyala’ (sombong). Sementara huyala’ adalah manakala seseorang menghayalkan dirinya berada pada kedudukan yang tinggi, merasa besar diri (angkuh) dan bangga diri (ujub). Aku katakan : sebagian orang menyangka bahwa hadits ini tentang orang yang menurunkan pakiannya karena huyala karena Nabi Shalallahu’alaihi wasallam bersabda :
من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة . ‌

Barang siapa yang menurunkan bajunya karena khuyala maka Allah tidak akan memandangnya di yaumul qiyamah. (HR. Ahmad. Dishahihkan As Syaikh Al Albani di Shahihul Jami’ no.hadits 6188)


Maka orang yang menyangka demikian membawa yang muthlaq (umum) tersebut kepada yang muqayyad (terbatas), namun sangkaan ini tidak benar (Dengan alasan. Pent):

PERTAMA : Bahwa Nabi Shalallahu’alaihi wasallam memisahkan/membedakan antara keduanya pada satu hadits yang diriwayatkan oleh Malik, Abu Daud, dan An Nasa’i dengan sanad yang shahih dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu’anhu berkata : Aku mendengar Nabi Shalallahu’alaihi wasallam bersabda :

ــ إزرة المؤمن إلى نصف الساق و لا جناح عليه فيما بينه و بين الكعبين ما كان أسفل من الكعبين فهو في النار من جر إزاره بطرا لم ينظر الله إليه يوم القيامة .

“Sarung seorang mukmin sampai setengah betis, dan tidaklah mengapa kalau diantara pertengahan betis dengan mata kakinya dan yang dibawah mata kaki maka dineraka. Dan barang siapa yang menjulurkan sarungnya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya di hari kiamat.” ( Hadits Shahih lihat Shahih Al Jami’ no hadits 921)

Maka pada hadits tersebut Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam membagi pakaian menjadi 4 macam :

Pertama : Sampai pertengahan betis dan ini adalah sarungnya seorang mukmin (yang afdhol. Pent.)

Kedua : Boleh, yaitu diantara tengah betis dengan mata kaki, maka ini boleh. Dan ini termasuk amalan shahabat radhiyallahu ‘ahum, sebagaimana Abu Bakar radhiyallahu’anhu berkata : salah satu ujung sarungku tergerai sehingga aku senantiasa menjaganya. Ini menunjukkan bahwa sarungnya Abu Bakar dibawah tengah betis yakni turun dari itu karena kalau tidak seperti itu niscaya apabila (turun sampai) menyetuh tanah pasti akan terbuka auratnya, dan hal ini adalah suatu yang mustahil.

Ketiga : Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda :
ما كان أسفل من الكعبين فهو في النار
“Kain yang dibawah mata kaki maka dineraka.” (HR. Al Bukhari)

Keempat : Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda :

من جر إزاره بطرا لم ينظر الله إليه يوم القيامة
“Dan barang siapa yang menjulurkan sarungnya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya di hari kiamat”

Maka Nabi Shalallahu’alaihi wasallam membedakan antara dua bagian ini. Membedakan keduanya dengan adanya dua bentuk ancaman (yang berbeda sebagaimana tersebut diatas. Pent.)

Adapun KEDUA : bahwasannya ancaman pada dua hadits ini berbeda dan sebabnya berbeda adalah
- ancaman bagi yang menjulurkan sarungnya dengan huyala (sombong) bahwa Allah tidak akan melihatnya,
- sedangkan ancaman bagi yang menurunkannya melebihi mata kaki adalah ia di neraka, maka siksaan pada perkara ini adalah merupakan juz’iyyah (satu bagian) sedangkan hukuman bagi yang pertama yaitu Allah tidak akan melihatnya, ini adalah lebih besar dari siksa bagian dari tubuhnya dengan neraka.

Adapun sebabnya berbeda juga yang satu menurunkannya dibawah mata kaki sedangkan yang kedua menjulurkannya dengan huyala’ dan ini lebih besar (dosanya) oleh karena itu siksanya lebih besar. Sungguh ulama ushul fiqih berkata :

انه إذا اختلف السبب و الحكم في الدليلين لا يحمل أحدهما على الأخر
Jika berbeda sebab dan hukum pada dua dalil maka yang satu tidak dibawa kepada pengertian yang lainnya. (artinya harus pula dibedakan penetapan hukum dari masing-masingnya. Pent.)

Atas dasar ini maka tidak halal bagi laki-laki untuk menurunkan sedikitpun dari pakaiannya dibawah mata kaki, baik berupa celana atau baju atau misdah ataupun yang lainnya. Jika ia melakukannya maka balasannya akan diadzab bagian yang turun itu dengan neraka.

Dan juga tidak halal sedikitpun baginya untuk menjulurkan pakaiannya dengan Khuyala’ (sombong), jika ia lakukan maka balasannya adalah Allah tidak akan melihatnya di hari kiamat. Bahkan dishahih Muslim dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shalallahu’alaihi wasallam bersabda :

ــ ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة و لا ينظر إليهم و لا يزكيهم و لهم عذاب أليم :

“Ada tiga golongan yang Allah tidak mengajak mereka bicara di hari kiamat, dan tidak mau melihat mereka dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih”.
(beliau shalallahu’alaihi wassallam mengulangnya tiga kali, karena merupakan permasalahan besar dan agar berhati-hati orang yang mendengarnya)

Maka berkatalah Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu : sungguh celaka dan merugi mereka ini, siapakah mereka wahai Rasulullah ? jawab beliau :

المسبل إزاره و المنان الذي لا يعطي شيئا إلا منه و المنفق سلعته بالحلف الكاذب . ‌

Musbil sarungnya (laki-laki yang menjulurkan kainnya sampai dibawah mata kaki), Al mannan yaitu orang yang tidak memberi sesuatu kecuali menyebut nyebut pemberian itu dan orang yang menawarkan barang dagangannya dengan sumpah palsu. (HR. Muslim dan Ahmad. Dishahihkan Syaikh Al Albany di Shahih Al Jami’ no.hadits 3067)

Ada seorang pemuda dari anshor masuk menemui Umar Ibnul Khatthab – Radhiyallahu’anhu – memujinya dihadapan manusia pada hari dia ditusuk, ketika pemuda itu hendak pergi ternyata sarungya menyentuh tanah, maka Umar berkata : panggil kembali pemuda itu maka mereka memanggilnya kembali menghadap Umar. Beliau berkata : wahai anak saudaraku naikkan pakaianmu, karena hal itu akan membuat pakaianmu lebih awet dan lebih bertaqwa kepada Rabbmu. Sungguh baik sekali ucapan Umar Ibnul Khattab – radhiyallahu’anhu-. Disini beliau menyebutkan dua faedah besar dalam hal menaikkan pakaian :

Pertama : pakaian menjadi awet karena bagian bawahnya tidak mengenai tanah
Kedua : bertaqwa kepada Allah Azza wa jalla,
وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ
Pakaian takwa itulah yang paling baik. ( Al A’raf : 26)

Kadang orang awam berkata : saya tidak peduli bagian bawah pakaian saya menyentuh tanah. Maka jawabannya kita katakan : jika kamu tak peduli hal itu maka apakah kamu juga tidak peduli jika kamu menyepelekan taqwa kepada Allah Ta’ala dan kamu pergunakan nikmat-Nya untuk memaksiati-Nya. Sehingga berubahlah nikmat yang kamu peroleh menjadi adzab dan kesenangan menjadi kepedihan.

Wahai kaum muslimin, bertaqwalah kalian kepada Allah. Pergunakan nikmat-Nya untuk taat kepada-Nya dan jagalah aturan syareat-Nya dan tegakkan kewajiban-kewajiban dan beribadahlah kepada Nya dengan sebenar-benar ibadah.

Ketahuilah bahwa kalian nanti akan menemui-Nya dan bergembiralah orang-orang mukmin.

Demikianlah perkataanku aku mohon ampunan untukku dan untuk kalian serta seluruh kaum muslimin dari dosa-dosa. Dan mintalah ampun kepada-Nya, sesungguhnya Dia maha pengampun lagi maha penyayang.

(Ditranskrip dari Video CD Khutbah Jum’at Terbitan Tasjilat Al Ilmi Yogyakarta. Penterjemah : Muh. Shaghir. Editor : Al-Ustadz Muhammad Rifa’i)

Sumber: http://darussalaf.org/stories.php?id=612

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."