Menyikapi Buku-buku Ahlul Bid’ah
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam Ath-Thuruqul
Hukmiyyah:
“(Pasal:) Dan demikianlah, tidak ada ganti rugi atas
pembakaran buku-buku menyesatkan, begitu pula pemusnahannya.
Al-marwazi rahimahullah berkata: Aku bertanya kepada
Al-Imam Ahmad rahimahullah: “Saya meminjam sebuah buku yang di dalamnya memuat
perkara- perkara yang keji. Menurut pendapat Anda, (sebaiknya) saya
merobek-robek atau membakarnya?” Beliau rahimahullah menjawab: “Bakarlah buku
tersebut!”
Kemudian Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
“Maksudnya, bahwa buku-buku yang mengandung kedustaan dan kebid’ahan ini wajib
untuk dirusak dan disirnakan. Dan itu lebih utama dari pemusnahan sarana-sarana
hiburan, alat-alat musik, ataupun bejana-bejana khamr. Karena sesungguhnya
bahaya (yang ditimbulkan buku-buku sesat tersebut) lebih besar dari bahaya ini
semua (alat-alat hiburan, musik, dan khamr). Dan tidak ada ganti rugi atas
pemusnahan (buku-buku tersebut), sebagaimana tidak ada ganti rugi pada pemecahan
bejana-bejana khamr dan arak.”
Asy-Syaikh Muwaffaquddin rahimahullah menyebutkan
tentang larangan melihat buku-buku ahlul bid’ah. Beliau katakan: “Dahulu, para
salaf melarang keras duduk- duduk bersama ahlul bid’ah, melihat-lihat buku-buku
mereka, dan mendengar ucapan-ucapan mereka.”
(Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah fi Naqdir Rijal wal
Kutub wath Thawa’if, hal. 132, 133, 134)
Sumber: Majalah Asy Syari’ah, no.21/II/1427 H/2006,
rubrik Permata Salaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar