Radio Muwahiddin

Senin, 11 November 2013

Tanya Jawab tentang masalah Pemerintahan, Doa Qunut Nazilah dan Tata Cara Berdoa, serta permasalahan Tahdzir


بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

oleh: Al Ustadz Abu Syakir Syuhada hafizahulloh [1]

KodimCimahi

Pertanyaan 1:
Berkaitan dengan kewajiban taat kepada penguasa, apakah hukumnya membayar pajak mengingat saat ini pengusaha kecil juga dikenakan pajak meskipun hanya 1% ?

Jawab: 

Dalam Islam tidak ada istilah pajak untuk rakyat Muslim. Justru kaum muslimin diberikan bantuan, adapun pajak diambil dari non-Muslim sebagai jaminan keamanan. Namun kita melihat pada maslahat dan madharat. Apakah ketika membayar pajak lebih besar maslahat atau madharat, ataukah sebaliknya? Dalam kasus pemerintah kita lebih banyak madharatnya. Kita sabar membayar pajak untuk maslahat yang lebih besar namun tetap berkeyakinan tidak ada pajak. Jadi kesimpulannya BAYAR PAJAK untuk kemaslahatan yang lebih besar.

Pertanyaan 2:
Apakah Keislaman Batal karena Berhukum dengan Thoghut?

Jawab: 
Pemimpin kita beragama Islam. Berhari raya dan berkurban bersama kaum muslimin. Beliau akan menjawab Al Qur’an adalah kitab suci. Penguasa tetap berkeyakinan terhadap hukum Alloh tetapi menggunakan selain hukum Alloh maka dia sedang bermaksiat, dan tidak ada manusia yang sempurna.

Pertanyaan 3: 
Bagaimanakah hukum Do’a Qunut Nazilah untuk saudara muslim yang terzhalimi?

Jawab: 
Qunut terdapat persyaratan dari pemerintah setempat dimana do’a tersebut dibaca di setiap sholat, tidak terkhusus sholat shubuh. Bila pemerintah tidak menganjurkan maka kita berdo’a di waktu ijabah misalnya antara adzan dan iqomat, hari jum’at, ketika berbuka puasa (baik puasa wajib maupun puasa sunnah). Angkat kedua tangan dan jangan berdo’a dengan cara-cara yang bertentangan dengan syari’at seperti do’a jama’ah. Berdo’alah dengan cara-cara syar’i.

Pertanyaan 4:
Saya menyaksikan fenomena Tahdzir dan banyak terjadi Tahdzir yang membingungkan, bolehkah kita bersikap netral?

Jawab: 
Jangan sampai salah berguru. Ambillah ilmu dari ahlinya. Tidak bisa diambil ilmu aqidah sunnah dari ahlul bid’ah dan hizbiyyun. Untuk memfilter diri kita yakni dengan cara berusaha semaksimal mungkin mengamalkan dalil. Utamakan dalil daripada ucapan seorang ustadz. Adapun ustadz hanya menyampaikan. Agar kita tidak bingung maka kita maksimalkan ikuti dalil, baik dalil ibadah maupun mu’amalah, dalil aqidah maupun akhlaq.

Pertanyaan 5:
Bagaimanakah menyikapi tetangga kita yang berpemahaman khawarij? Apakah kita tetap menganggapnya tetangga atau kita menjauhinya ?

Jawab: 
Kita lihat lagi pada dirinya apakah dia seorang da’I (pentolan) khawarij atau masih ikut-ikutan (khawarij awwam)? Kalau pentolannya maka tinggalkan dia, tentunya setelah memberikan nasihat. Jika masih keras kepala maka tinggalkan. Adapun jika khawarijnya masih awwam maka nasihati dengan keyakinan kita bisa membawanya, namun apabila kita khawatir akan terbawa maka jauhi.

Pertanyaan 6: 
Apakah mengangkat tangan ketika do’a haditsnya shahih?

Jawab: 
Ya Shahih, haditsnya di Arba’in An Nawawi yakni ketika Rosul menjumpai orang yang menengadahkan tangannya ke langit sambil berdo’a. Padahal apa yang dia makan, minum, dan apapun yang dikonsumsinya haram. Bagaimana mungkin doanya bisa dikabulkan. Orang itu sudah dalam keadaan khusyu’ dan sulit [2]. Ini diantara dalil disyari’atkannya mengangkat tangan dalam berdo’a, bukan berdzikir. Tidak boleh menjadi rutinitas, seperti mengangkat tangan ketika do’a selesai sholat.


--------------------------------------------------------------
BAGI YANG INGIN UNDUH REKAMANNYA SILAKAN KLIK TAUTAN BERIKUT:
--------------------------------------------------------------

[4 shared]:
[box.com]:

sumber: http://catatantalim.blogspot.com/2013/11/tanya-jawab-tentang-masalah.html#more

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."